Journal Traveler
Dunia ini terlalu luas untuk hanya diam, lalu menikmati sebuah rutinitas. Jelajahi dunia, karena untuk itulah Tuhan menciptakannya.
Senin, 28 Januari 2013
Jembatan Siti Nurbaya
Tahu cerita Siti Nurbaya? Gadis yang dijodohkan oleh orang tuanya. Konon, jembatan ini merupakan tempat pertemuan pasangan kekasih Siti Nurbaya dan Samsul Bahri, tokoh dalam novel karangan Marah Roesli. Banyak pemandangan menarik yang dapat dilihat dari jembatan ini. Sungai yang mengalir tepat dibawah jembatan, perkampungan dan bukit-bukit yang mengelilingi kota Padang. Jembatan Siti Nurbaya memiliki panjang 60 meter. Jembatan ini menghubungkan kota tua Padang dengan Taman Siti Nurbaya, tempat Siti Nurbaya dimakamkan.
Ngarai Sianok
Tempat ini tutup pada pukul lima, jadi anda jangan sampai kesorean. Berada tepat di pinggir jalan, jadi sangat mudah untuk mencapainya. Karena Bukittinggi termasuk ke dataran tinggi, jadi airnya sangat dingin. masuk ke dalam areal ini dikenakan bayaran lima ribu. Ada kamar kecil dan surau kecil tak jauh dari loket. Anda dapat masuk ke areal ini melalui beberapa pintu.
Pemandangan yang dihadirkan tentu saja menarik. Ngarai yang masih hijau dan ditumbuhi oleh banyak pohon. Ternyata ada jalan menanjak di sekitar ngarai, sayangnya saya tidak ke sana karena hari sudah sore. Jadilah saya masuk ke dalam gua Jepang.
Dikenai tarif lima ribu (lagi). Kita harus menuruni tangga (yang saya hitung) berjumlah 131 anak tangga. Belum lagi hawa dingin dan gelap, membuat bulu kuduk merinding. Banyak kejadian aneh di dalam sana, tapi saya tak mengalaminya. Kaki adik saya langsung gemetar begitu selesai menuruni anak tangga. Duluya, gua Jepang ini sebagai tempat penyiksaan Romusha. Ada beberapa ruangan. Seperti ruangan instalasi, ruangan persidangan, ruang teater, penjara yang sangat kecil. Jalanan masih masuk ke dalam, tapi tak berani lagi saya untuk mencoba masuk lebih jauh.
Akhirnya saya keluar (juga) dengan ngos-ngosan karena harus naik tangga 131 itu. Saya diberitahu oleh petugas sekitar bahwa view di atas lebih bagus. Memang sangat indah!
Ngalau Indah Payakumbuh
Ngalau indah Payakumbuh terdapat tak jauh setelah batas 'Selamat datang' di kota Payakumbuh. Tarif masuk sebesar lima ribu rupiah. Tempa ini terdapat di bukit. Jadi jangan kaget melihat jalanan yang berkelok-kelok dan lumayan curam. Tak ada pembatas di samping jurang, maka dari itu kendarailah mobil secara perlahan. Inti dari ngalau indah adalah pemandangan alam yang masih konsisten dijaga. Disekitar hanya terdapat pepohonan besar dan menjulang. Bila anda ingin mendapat objek foto yang bagus, masuklah ke dalam gua. Stalaktit yang tertempel di batu-batu menimbulkan efek hijau bila terkena blitz foto. Banyak objek foto yang dapat diambil. Biasanya akan ada juru foto yang siap akan mengikuti anda dari pertama masuk hingga keluar. Tidak usah risih! Mereka juga berguna untuk menjadi pemandu perjalanan anda di dalam gua. Hawa yang terdapat dalam gua ini lumayan dingin dan kondisi di dalam gua cukup gelap. Para juru foto ini sudah siap dengan senter di tangan. Banyak kelelawar beterbangan, jadi jangan heran bila ada bau-bau tak sedap. Itu semua berasal dari kotoran kelelawar. Beberapa objek yang indah untuk difoto bersama seperti batu berbentuk kursi raja, batu kelambu putri, dan batu ibu menangis. Menurut penuturan salah seorang juru foto, bila batu yang masih mengandung fosfor (tandanya berkelap-kelip seperti glitter) itu masih hidup. Bila hujan turun, batu ini akan bergeser (tumbuh) dan untuk batu yang terkena lumut, bila terkena sentuhan tangan manusia, ia akan rapuh dan hancur.
Jam Gadang
Jam gadang ini layaknya big ben di London. Berada tepat di pusat kota dan kawasan di sekitarnya memang ramai oleh pengunjung. Bukan saja lantaran ingin sekedar nongkrong di sekitar jam gadang, tapi terdapat pasar yang menyediakan aneka ragam kebutuhan seperti baju, celana, kaset bajakan, jam, parfum, ikan asin (!), bahkan rumah makan pun bersedia saja ikut sempil di pasar ini. Ada juga mall walaupun tak begitu besar bersebrangan dengan pasar tersebut. Kebetulan saya pergi ke sana saat libur. Hari Ahad. Bisa anda bayangkan betapa ramainya kawasan ini. Pedagang dari Padang saja ternyata mengambil barang grosiran dari pasar Bukittinggi ini. Harga barang di Bukittinggi ternyata relatif murah dari Padang. Kembali ke Jam gadang. Gadang menurut segi bahasa berarti besar. Jam ini beratapkan khas Minang. Dengan runcingan seperti tanduk kerbau di tiap ujungnya. Uniknya, bila anda perhatikan baik-baik angka yang ada di jam ini. Keseluruhan menggunakan angka romawi. Tapi di angka empat yang seharusnya IV dlam romawi, tapi malah IIII. Saat adik saya mentertawakannya, ayah saya langsung sewot. Memang seperti itu, kata beliau. Itulah keunikannya.
Minggu, 27 Januari 2013
Ikan Sakti Sungai Janiah Baso
Sebenarnya lokasi ini bukanlah sebuah sungai, airnya pun tak jernih. Hanya sebuah kolam besar. penghuni kolam inilah yang menarik perhatian pengunjung. Memasuki kawasan ini dikenai tarif dua ribu rupiah untuk dewasa dan seribu rupiah untuk anak-anak. Ikan-ikan yang berada di kolam ini lumayan besar. Kira-kira sebesar bayi. Warnanya hitam abu-abu.
Pengunjung sebenarnya hanya datang melihat dan memberi makan ikan ataupun kera yang ada di sekitar kolam. Makanan ikan ini adalah kerang hidup yang berbau amis. Kawasan ini terletak di belakang masjid. Penduduk yang tinggal di sekitar kolam ini biasa mencuci baju ataupun piring di selokan aliran kolam tersebut.
Mengapa ikan ini disebut ikan sakti? Asal mula ikan yang ada di Sungai Janiah dari penjelmaan anak manusia dan anak jin yang telah dikutuk oleh Tuhan, karena kedua makhluk yang berlainan alam ini telah melanggar janji yang telah mereka sepakati.
Alkisah, penduduk Nagari Tabek Panjang di Kecamatan Baso ini berasal dari puncak gunung Merapi. Karena persediaan air di Gunung Merapi semakin terbatas, maka timbullah ide mencari hunian baru di bawah Gunung Merapi. Maka diutuslah Sutan Basa untuk mencarai lokasi baru itu, Sutan Basa menemukan kawasan yang memiliki Sungai dan air mancur yang sangat jernih. Tapi daerah itu telah ditempati oleh bangsa jin, maka Sutan Basa menyampaikan keinginannya kepada jin tinggal dikawasan itu bersama kelompoknya.
Maka diadakanlah kesepakatan antar kepala suku masing-masing, bahwa boleh tinggal di daerah itu, asalkan kalau anak kemenakan dari Datuak Rajo Nando mamak dari Sutan Basa menebang pohon agar membuang serpihan dan sisa kayu ke arah rebahnya pohon. Kalau kesepakatan ini dilanggar, maka keturunan dari keduanya akan memakan kerak-kerak lumut, tempatnya tidak diudara tidak juga di daratan.
Setelah sepakat tinggallah kaum tersebut di Sungai Janiah. Suatu waktu ada keinginan untuk membangun gedung pertemuan atau balairung untuk tempat berkumpul. Maka ditugasilah oleh Sutan Basa sekelompok irang untuk mencari kayu sebagai tonggak tuo. Maka pergilah mereka ke hutan. Karena begitu senang bercampur lelah, mereka langsung menebang pohon yang mereka nilai cocok, tapi mereka lupa akan janji yang telah disepakati oleh kepala suku. Karena tidak mengindahkan janji tersebut maka hasil tebangan pohon tersebut mengenai anak- anak jin. Kejadian ini membuat marah keluarga jin, mereka menurunkan batu-batu dari Bukit Batanjua yang ada di sekitar sungai tersebut, yang menyebabkan gempa.
Keadaan ini menyebabkan hubungan tidak harmonis antara keduanya. Suatu waktu Datuak Rajo Nando dan istrinya pergi membersihkan ladang tebu mereka dengan meninggalkan anak perempuan mereka berusia 8 bulan. Setelah pulang dari ladang, tidak ditemui anak tersebut. Maka seluruh orang kampung diperintah mencari anak hilang tersebut, sampai larut malam seluruh usaha seakan sia-sia.
Malam hari istri Datuak Rajo Nando bermimpi agar memanggil anaknya di Sungai Janiah dengan cara membawa beras dan padi dan memanggil anaknya seperti memanggil ayam. Esok siang dilakukanlah seperti di mimpinya. Setelah dipanggil datanglah dua ekor ikan yang satu tampak jelas dan yang satu lagi tampak samar. Maka ikan yang tampak jelas itu adalah anak Datuak Rajo Nando dan satunya lagi adalah anak jin. Hal ini terjadi karena keduanya melanggar janji, sehingga termakan sumpah.
Entahlah.... yang terpenting adalah ikan ini sangat pantang bahkan haram untuk ditangkap dan dimakan. Pun bgitu kita hanya datang dan memberi makan saja sudah merupakan rehat bagus bukan untuk pikiran?
Lembah Anai
Dalam perjalanan panjang dari Padang yang berkelok-kelok menuju Bukittinggi, saya dikejutkan oleh Ayah yang menunjuk ke arah depan. Memang kawasan sekitar dikelilingi oleh bukit-bukit tinggi yang masih hijau. Namun fenomena alam yang astu ini menambah keindahan perjalanan saya ketika itu. Air terjun di kawasan lembah anai. Meski bukan termasuk salah satu air terjun yang besar, namun jalan raya yang terletak di sebelahnya mampu terkena sensasi cipratan dari air terjun yang satu ini.
Sepulangnya dari Bukittinggi, tentunya saya melintasi tempat ini. Ketika itu hujan sangat deras. Jalanan licin dan air terjun semakin deras. Mobil-mobil yang berlawanan arah dari Padang melintasi air terjun ini sangat pelan-pelan. Hingga kemacetan terjadi. Mereka semua menghindari batu yang sewaktu-waktu bisa saja jatuh dari air terjun ini.
Kuliner
Bila malam menjelang, sempatkanlah untuk mengunjungi kawasan kuliner di kota Padang. Sepanjang putaran jalan terdapat warung makan mulai dari bentuk angkringan sampai rumah makan besar. Makanan yang ditawarkan pun beraneka ragam. Mulai sate padang,
nasi kapau,
martabak mesir (sejenis martabak telur yang dimakan dengan cara diberi kuah layaknya empek-empek. Anda harus lihat secara langsung pembuatannya!)
, es krim, bahkan batagor dan gado-gado pun juga mampir di kawasan ini. Bagi anda yang berniat wisata kuliner, lebih baik ambil saja porsi sedikit. Karena satu porsi bagi orang Padang, tiga porsi bagi saya. Selamat mencoba!
Langganan:
Postingan (Atom)